Potensi Tersembunyi Dibalik Rel Mati
Sejak zaman Indonesia
diduduki oleh pemerintahan Belanda, pada tahun 1870-an tak kurang sepanjang 6.500
km rel kereta telah dibangun oleh pemerintahan Belanda di Jawa dan Sumatra. Kemudian
pada tahun 1970-an tepatnya setelah adanya pembangunan jalan raya besar-besaran
dan dimulainya pertumbuhan industri otomotif di Indonesia, Kereta Api menjadi
moda transportasi yang tak lagi diminati oleh masyarakat sehingga mengakibatkan
berkurangnya jumlah pengoperasian Kereta Api dan mengakibatkan matinya ribuan
kilometer rel kereta api dan kini hanya menyisakan sekitar 4.000 km saja rel
kereta yang masih aktif beroperasi. Selain karena hal tersebut, ada hal-hal
lain yang mengakibatkan berkurangnya jumlah rel kereta di Indonesia, yaitu setelah
Jepang berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda mereka membawa rel-rel
tersebut ke Burma (Myanmar). Selain itu juga terdapat faktor alam seperti
terjadinya bencana alam yang merusak rel.
Karena Kereta Api sudah
tidak lagi diminati oleh masyarakat dan kurangnya perhatian pemerintah yang
berwenang maka banyak rel-rel kereta api yang tidak beroperasi menjadi tidak
terurus. Hal tersebut menjadikan rel kereta api sebagai objek kriminalitas oleh
sebagian masyarakat dan beberapa oknum pegawai PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
sendiri. Mereka tergiur untuk mencuri batangan rel dan bantalan kereta api
untuk kemudian dijual dan bertujuan memperkaya diri. Oleh karena itu keberadaan
rel kereta api yang mati perlu dijaga dan dilindungi.
Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk melindunginya dari tindakan pencurian adalah dengan
merehabilitasi dan melakukan pengaktifan kembali. Dengan merehabilitasi dan
reaktifasi maka tidak menutup kemungkinan akan menghadirkan alternatif moda
transportasi umum darat yang mudah, murah, cepat, dan anti macet bagi
masyarakat. Apalagi sekarang ini kemacetan tak hanya terjadi di kota-kota besar
saja, kota kecil pun bisa mengalami kemacetan seiring dengan tingginya daya
beli masyarakat terhadap moda transportasi darat pribadi yang tidak diimbangi
dengan lebarnya jalan raya.
Selain dari segi
transportasi, potensi lain yang dapat digali adalah potensi wisata sejarah dan
perkeretaapian seperti yang telah dilakukan di Stasiun Kereta Api Ambarawa di
Semarang. Hal ini diperkuat dengan adanya gaya arsitektur Stasiun Kereta Api di
Indonesia dan bangunan penunjang di sekitarnya yang bernuansa kolonial dan
bergaya khas belanda yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Tak
hanya itu, dengan menjadikan Stasiun dan jalur mati sebagai objek wisata
sejarah dan perkeretaapian akan menyediakan lapangan pekerjaan baru dan secara
tidak langsung akan meningkatkan perekonomian penduduk setempat.