Senin, 31 Desember 2018


Halloooo...
Selamat Tahun Baru 2019!!!
Gabut banget malem taun baruan akhirnya gue iseng-iseng buka blog lagiii wkwk (tapi ini sebenernya kontennya udah disiapin taun lalu sih, tinggal poosting aja tp malezz bangeettt).
Tulisan di bawah ini dibuat ketika gue lagi LDR (Lelah Disiksa Revisi) dan alhamdulillah sekarang udah lulus doooong #2019GantiStatus :D


Salah satu kebahagiaan terbesar kedua orang tua adalah melihat putra/putri terbaiknya mengenakan toga dalam acara sakral bernama akad nikah eh resepsi eh maksudnya prosesi wisuda sarjana. Sedangkan stereotipe yang berkembang ditengah masyarakat dari zaman past tense sampai simple present tense masih sama, yaitu mahasiswa yang lulusnya lama pasti di kampusnya ga pinter, IPKnya jelek, males, kerjaannya tidur mulu di kosan (buat yang anak kosan), dan lain sebagainya. Padahal untuk dapat segera menuntaskan kewajiban terhadap kedua orang tua dan keluarga besar dan “kewajiban sosial” kepada para tetangga dan masyarakat sekitar yaitu CEPET LULUS ada banyaaak sekali halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Berikut ini beberapa halangan dan rintangan tersebut, yang tentu saja ini disarikan dari pengalaman hidup dan hasil observasi gue. Jangan serius-serius banget, ntar sakit kalo kamu doang yang serius tapi doi engga. #Eeh

Pertama dan yang paling utama : faktor internal, yang datengnya dari dalam diri mahasiswa itu sendiri, yaitu 1) MALAS, tiap ada niatan untuk buka laptop bikin skripsi atau ngerjain revisi pasti “nanti aja lah”atau tiap buka dengan niatan ngerjain skripsi/revisi malah tergoda melirik drama korea (bagi cewe) dan malah main game (biasanya cowo, nih). 2) mahasiswa-mahasiswa akhir zaman yang sudah telalu nyaman dengan “status”nya dan terlalu menikmati “proses” dalam masa-masa penyusunan skripsi. 3) ada juga yang terlena dengan bisnis (skripsi juga butuh modal sih) dan organisasi. Disinilah perlunya kesadaran kita bahwa diluaran sana banyak calon mahasiswa yang ngantri pengen kuliah, jangan menuh-menuhin parkiran kampus :D yang menanti momen bahagia kita mengenakan toga. Dan 4) sebagian (kecil) mahasiswa yang memiliki standar skripsi yang terlalu tinggi, pokoknya harus perfect dan masterpiece. Ini akan menghambat jika mahasiswa ybs tidak menguasai materi tapi pada beberapa kasus bisa memotivasi juga sih.
Dan yang ga kalah penting adalah faktor eksternal, Faktor eksternal pertama yang sangat fundamental dan mendasar adalah “TOPIK PENELITIAN”. Ada mahasiswa yang terkendala dalam memilih topik penelitian untuk skripsi mereka, sehingga sekeren apapun judul yang diajukan pasti ditolak dosen pembimbing (dospem) ; ada yang topik penelitiannya dianggap terlalu mudah oleh dospem sehingga harus dikritik dan diperbaiki di sana-sini; atau justru yang topik penelitiannya terlalu susah sehingga sulit nyari referensi. Yang terakhir ini biasanya tipe-tipe mahasiswa yang perfeksionis.
Faktor internal kedua berasal dari dua makhluk “perpanjangan tangan Tuhan” (ada juga di beberapa kampus yang cukup satu aja, berbahagialah kalian). Yups! Dosen Pembimbing. Ada mahasiswa yang “terkendala” oleh dospemnya perfeksionis & terlalu idealis sehingga revisi bertubi-tubi, dospem yang jam terbangnya tinggi dan super sibuk sehingga sulit untuk ditemui, dan bahkan yang lebih parah di beberapa kampus yang menganut kebijakan ‘dua dospem untuk satu mahasiswa’ mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam menyatukan visi kedua dospem ini, malah ada yang harus bikin dua versi bab 4, versi dospem 1 dan versi dospem 2. Ternyata menyatukan visi dua dospem sama susahnya dengan menyatukan visi dua keluarga #eeh  :D
Faktor internal ketiga adalah IDEALISME. Ada lagi tipe mahasiswa yang IPK-oriented. Masih mending kalau mahasiswa tipe ini nyadar diawal-awal kuliah, jadi dia berusaha bikin bagus IPK dengan rajin belajar setiap mau UAS hari. Tapi lain cerita dengan mahasiswa yang terpaksa harus ngulang matakuliah tertentu untuk memenuhi persyaratan skripsi/sidang. Ada juga mahasiswa yang mau ngulang bareng maba atau ngambil semester pendek cuma buat ngerapihin feed IPK, terus mahasiswa yang berprinsip bahwa sebaran IP nya harus homogen, dengan kata lain variansnya harus mendekati nol, atau bahasa gampangnya nilainya kalo ga dapet A ya harus B semua. TITIK! Okee. Ini bagus dan itu semua sah-sah saja. Tapi jika dikerjakannya pas timingnya belum tepat hal ini justru akan jadi boomerang, akan menghambat, karena tidak 100% perhatian kita tercurahkan pada dia yang tercinta : S-K-R-I-P-S-I.
Terlebih lagi bagi kami, mahasiswa kependidikan (jurusan lain ga tau ya, nanti boleh share juga suka-dukanya) yang sekarang ini menghadapi dinamika dunia kependidikan yang sangat luar biasa, mulai dari kurikulum, kebijakan, buku teks, dan lain sebagainya. Saat ini (calon) lulusan kependidikan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan hasil belajar (kognitif), motivasi, dan minat siswa terhadap matapelajaran saja, lebih dari itu kami dituntut mengembangkan model, metode, strategi, atau media pembelajaran untuk mengembangkan hasil belajar afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan), dan bahkan level Higher Order Thinking Skill (HOTS) termasuk didalamnya metakognitif, keterampilan berfikir kritis, keterampilan berfikir kreatif, kemampuan proses sains, literasi sains, dan lain sebagainya.
Dan yang hampir lupaaaa, ada juga loh mahasiswa yang berhasil lulus tepat waktu, bahkan sedikit lebih cepat dari waktu normal, yang kisah per-skripsi-annya semulus jalan tol, kombinasi antara motivasi tinggi, lingkungan yang mendukung,dan doa ibu.
Jadi, berhentilah menghantui kami dengan pertanyaan “Kapan Wisuda?’ dan rekan-rekannya. Cukuplah bagi kami menderita melihat “neraka kecil” bernama wisuda teman seangkatan kami. Lha wong setiap makhluk di muka bumi ini saja punya waktu kehamilan yang berbeda-beda, manusia 9 bulan 10 hari/226 hari, tikus 21 hari, kucing 62 hari, kambing 151 hari. Jadi wajar-wajar saja setiap mahasiswa punya waktu kuliah yang berbeda-beda.
Salam Hormat,
Mahasiswa Kecempung.

Nila Zuqistya . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates